Kabupaten
Tulungagung
adalah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa
Timur, berbatasan dengan Samudera Hindia di Sebelah Selatan, Kab.Trenggalek di sebelah barat, Kab.Blitar di
sebelah timur dan Kediri di Utara, Wilayah Tulungagung ternyata
sudah dihuni sejak zaman pra sejarah dulu. Yang dianggap sebagai penghuni awal
adalah homo wajakensis. Manusia pra sejarah yang fosilnya ditemukan oleh Eugene
Dubois di daerah Tulungagung Selatan. Lokasi penemuannya konon terletak di
dusun Nglepung desa Wajak Kecamatan Campurdarat.Tulungagung terkenal sebagai satu dari beberapa
daerah penghasil marmer terbesar di Indonesia, dan terletak terletak 154 km
barat daya Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur.
Ada dua
versi cerita dalam penamaan nama Kabupaten Tulungagung.
Versi
pertama adalah nama "Tulungagung" dipercaya berasal dari kata
"Pitulungan Agung" (pertolongan yang agung). Nama ini berasal dari
peristiwa saat seorang pemuda dari Gunung
Wilis bernama Joko Baru mengeringkan sumber air di Ngrowo dengan
menyumbat sumber air tersebut dengan lidi dari sebuah pohon enau.
Sedangkan,
versi kedua nama Tulungagung terdapat dua kata, tulung dan agung, tulung
artinya sumber, sedangkan agung artinya besar. Dalam pengartian berbahasa
Jawa tersebut, Tulungagung adalah daerah yang memiliki sumber air
yang besar. Sebelum dibangunnya Dam Niyama di Tulungagung Selatan oleh pendudukan
tentara Jepang, di mana-mana di daerah Tulungafung hanya ada sumber air saja.
Dugaan
yang paling kuat mengenai etimologi nama kabupaten ini adalah versi kedua,
penamaan nama ini dimulai ketika ibu kota Tulungagung mulai pindah di tempat
sekarang ini. Sebelumnya ibu kota Tulungagung bertempat di daerah Kalangbret
dan diberi nama Kadipaten Ngrowo (Ngrowo juga berarti sumber air). Perpindahan
ini terjadi sekitar 1906
Masehi.
Merunut dari
prasasti yang ditemukan di daerah Thani Lawadan yang kini diyakini bernama
Wates, Campurdarat usia kota ini sudah termasuk sangat tua usianya. Dari
prasasti Lawadan menunjukkan kota ini berdiri sejak tahun 12 November tahun
1205.
Prasasti yang
bertanggal 18 Nopember 1205 -- hari Jumat Pahing- dikeluarkan oleh Prabu
Srengga raja terakhir kerajaan Daha. Raja yang terkenal dengan nama Prabu
Dandanggendis. Isinya kurang lebih berisi pemberian keringanan pajak dan hak
istimewa semacam bumi perdikan atau "sima". Alasannya pemberian
''hadiah'' tersebut adalah karena jasa prajurit Lawadan atas dedikasi dan
bantuan mereka kepada kerajaan dalam mengusir musuh dari Timur. Berkat bantuan
para prajurit Lawadan sang raja yang tadinya harus meninggalkan kraton dapat
kembali berkuasa.
Pada jaman
Mataram Islam yaitu jaman Sri Pakubuwono I dan VOC tahun 1709 mengadakan
perjanjian nama Kalangbret tetap digunakan sebagai ibukota kabupaten Ngrawa.
Begitu juga pada perjanjian Giyanti (1755) nama Kalangbret disebut salah
satunya wilayah manca negaranya kerajaan Yogyakarta.
Kalangbret
sebagai kadipaten Mancanegara Mataram terbentuk sejak perjanjian Giyanti.
Wilayah tersebut selanjutnya dijadikan ibu kota kabupaten Ngrawa tahun 1750--
1824 Masehi. Yaitu mulai masa Mataram Islam hinnggan jaman colonial. Bupati
pertama Kabupaten Ngrawa adalah Kyai Ngabehi Mangundirono.
Nama ''Kalang
bret '' telah dikenal sejak tahun 1255 M (prasasti Mula -Malurung) dan disebut
ulang dalam Negara Kretagama (1635 M) dengan nama Kalangbret. Atas dasar
tersebut legenda yang ada tentang asal Kalabret dari adipati kalang yang tewas
dalam kondisi tersembret-sembret oleh pangeran Lembu peteng dimentahkan.
Sebelum bernama
kabupaten Ngrawa di wilayah Tulungagung sudah berdiri Katumenggungan Wajak
tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Agung. Katumenggungan ini bertahan
hingga pembentukan kadipaten Ngrawa dengan pusat pemerintahan di Wajak sejak
perjanjian Giyanti. Ini terjadi antara tahun 1615 - 1709 M pada masa Mataram
Islam dan masa kolonial.
Saat masih
berbentuk Katumenggungan yang menjadi tumenggung adalah Senapati Mataram
bernama Surontani. Tokoh yang sangat melegenda tersebut dimakamkan di Desa Wajak
Kidul Boyolangu.
Katumenggungan
Wajak berakhir dengan berdirinya Kabupaten Ngrawa beribu kota di Kalangbret.
Nama "Rawa'' telah dikenal sejak tahun 1194 M (Prasasti Kemulan) dan
disebut ulang dalam Negarakertagama (1365 M). Nama ini kemudian berubah menjadi
''Ngrawa''.
Saat tampuk
kepemimpinan berada di tangan KRT Pringgodiningrat Bupati Ngrawa ke IV, yang
memerintah tahun 1824 --1930, ibu kota kabupaten Ngrawa dipindahkan kesebelah
Timur sungai Ngrawa yaitu pada lokasi sekarang ini. Selanjutnya kota baru ini
dijadikan pusat pemerintahan atau ibu kota Kabupaten Ngrawa. Terjadi pada masa
colonial sampai sekarang .Pada tahun 1800--an sampai 1901 nama ''Toeloeng
Agoeng'' dipakai sebagai nama salah satu dist rik dalam wilayah Kabupaten
Ngrawa. Nama Kabupaten Ngrawa berubah menjadi Kabupaten Tulungagung pada
tanggal : 1 April 1901 yaitu pada masa pemerintahan bupati Ngrawa ke 11: RT
Partowijoyo.
Berikut ini adalah kutipan Kitab
Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca dan telah diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia:
Prajnyaparamitapuri itulah nama
candi makam yang dibangun
Arca Sri Padukapatni diberkati oleh Sang Pendeta Jnyanawidi
Telah lanjut usia, paham akan tantra, menghimpun ilmu agama
Laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda
(Pupuh LXIX, Bait 1)
Arca Sri Padukapatni diberkati oleh Sang Pendeta Jnyanawidi
Telah lanjut usia, paham akan tantra, menghimpun ilmu agama
Laksana titisan Empu Barada, menggembirakan hati Baginda
(Pupuh LXIX, Bait 1)
Di Bayalangu akan dibangun pula
candi makam Sri Rajapatni
Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkati tanahnya
Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja
Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun
(Pupuh LXIX, Bait 2)
Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkati tanahnya
Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja
Wisesapura namanya, jika candi sudah sempurna dibangun
(Pupuh LXIX, Bait 2)
Makam rani: Kamal Padak, Segala,
Simping
Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir
Bangunan baru Prajnyaparamitapuri
Di Bayalangu yang baru saja dibangun
(Pupuh LXXIV, Bait 1)
Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir
Bangunan baru Prajnyaparamitapuri
Di Bayalangu yang baru saja dibangun
(Pupuh LXXIV, Bait 1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar