selamat datang

Selamat Datang di Tempat Para Pembelajar, Semoga Bermanfaat!!!

Jumat, 08 Juni 2012

Pythagoras


      Ketika disebut Pythagoras tentu processor otak kita akan langsung menunjuk  sebuah file yang tersimpan jauh dari kata rapi pada hardisk otak kita  yg sudah agak-agak bad sector ini (bukan krn sering dipake, tp lebih karena keseringen “tibo”, ‘ketatap’ ato mlh lbh sering sengaja me’natap’kan diri dengan ikhlas hehe… ), akan segera keluar dengan agak lemot sebuah rumus yang paling terkenal dan kita kenal sejak SD dulu, yaitu dalil kuadrat panjang sisi miring sebuah segi tiga sama dengan jumlah kuadrat sisi yang lain.
    Tahukah kamu ternyata yang menemukan rumus terkenal tersebut bukanlah seorang matematikawan yunani yang bernama Pythagoras, karena rumus itu sebenarnya telah dikenal sejak lama, bahkan 1000 tahun sebelum masa Pythagoras, orang yunani kuno justru lebih mengenalnya sebagai penemu skala musik (ini ada kaitannya dengan ajaran filsafat Pythagoras yang paling penting yaitu “bahwa segala sesuatu adalah angka”, termasuk musik), Pythagoras hanya mewarisi dan mempelajari apa yang telah dikuasai oleh bangsa mesir kuno berabad-abad sebelumnya.
       Bangsa mesir kuno dikenal sangat menguasai matematika, banyak pakar-pakar matematika lahir disana beserta dengan penemuan-penemuan penting yang sampai sekarang masih dimanfaatkan umat manusia, ada dua hal yang paling besar pengaruhnya, yang pertama terobosan sistem penanggalan matahari, mereka menciptakan cara termudah mencatat pergantian hari yang selaras dengan pergantian musim, kedua adalah penemuan seni geometri, untuk penemuan ini tampaknya mereka harus banyak berterima kasih kepada sungai Nil yang pemarah, tiap tahun sungai nil ini meluap membanjiri bantaran dan delta, banjir  membawa endapan alluvial yang membuat delta sungai Nil menjadi wilayah pertanian yang paling subur di zamannya, namun banjir juga membawa dampak buruk  bagi mereka berupa hilangnya pembatas-pembatas tanah yang membantu para petani mengetahui luas tanah mereka ( bangsa mesir sangat serius mengatur hak kekayaan, dalam “Buku Kematian / Book Of Death” yg berisi aturan dan undang2, seseorang yang melakukan kecurangan dengan mengambil tanah orang lain bisa dihukum dengan cara diambil hatinya dan diberikan kepada sang pemangsa yaitu binatang buas yang sangat menakutkan, mencuri tanah tetangga akan dihukum sama beratnya dengan pelanggaran lain seperti melanggar sumpah, membunuh, atau melakukan masturbasi di kuil pemujaan… ck.ck.. cik kurang penggawean to yo2 masturbasi ae dadak nang kuil!  wkwkwk…! ).
     Firaun kuno lantas mengangkat banyak surveyor (petugas pengukur tanah) untuk mengatasi masalah tersebut, sehingga dari merekalah ilmu geometri dikenal, bagaimana menghitung luas tanah persegi, persegi panjang, segi tiga atau berbagai bentuk bidang sampai dengan volume bangun kayak piramida dll.
Dalam urutan kebudayaan kelihatannya bangsa mesir mendapatkan pengetahuan dasar-dasar matematika dari bangsa Babilonia, setelah itu dikembangkan oleh pakar-pakar m`tematika Mesir. selanjutnya diwarisi dan dipelajari oleh pakar-pakar matematika awal Yunani seperti Thales dan Pythagoras, yang kemudian diwarisi dan dikembangkan oleh orang2 Romawi dan seterusnya hingga matematika modern sekarang.
Ada perbedaan mendasar dari orang2 mesir dan yunani kuno, orang2 Mesir berpikir lebih sempit tentang matematika, bagi mereka matematika hanya alat untuk mengetahui pergantian hari dan mengatur pembagian lahan, sedangkan orang2 Yunani berpikir bahwa matematika dan filsafat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, mereka memandang keduanya sangat serius, orang2 Yunani akan tega melemparkan seseorang dari atas kapal untuk melindungi angka2 mereka, seperti yang mereka lakukan kepada Hippasus dari Metapontum.
Kembali kepada Mbah Pithagoras, menurut catatan ia dilahirkan abad VI SM di pulau Samos dekat pesisir Turki, beliau adalah pemikir yang radikal di zamannya, seorang orator berbakat, intelektual terkemuka,serta guru yang kharismatik (kebanyakan pemikir zaman dulu kala  tidak terkotak dalam satu disiplin ilmu saja, lek skrg kan klo ahli kaya prof itu hanya dlm bidang tertentu saja to!  Tapi klo mbah goras  ni banyak kemampuannya, pakar matematika, filsafat, hukum dll). Nah karena pintar, keren, tangguh, banyak uang, tampan,cool, baik hati, tidak sombong, suka menolong, ramah tamah, tenggang rasa (halah prêeet ….! Ky PPKN jaman SD-SMA biyen!), pokoe karena kemampuannya maka dalam waktu singkat mbah goras mendapatkan pengikut setia dari orang2 yang berbondong-bondong ingin berguru kepadanya, dari sinilah akhirnya beliau menjadi pemimpin dari sekte Pythagorean, ajaran yang paling terkenal adalah bahwa semua yang di alam ini selalu berkaitan dengan angka, bagi mereka bentuk dan angka adalah sama (bahkan hingga saat ini kita memiliki lambang bilangan yang dipengaruhi oleh bentuk persegi dan bentuk segi tiga yang berasal dari yunani kuno), pada saat itu membuktikan sebuah dalil matematika terkadang semudah menggambar lukisan yang bagus, alat yang digunakan oleh pakar matematika itu bukanlah pena dan kertas melainkan mistar dan jangka, karena mereka meyakini bahwa segala sesuatu di alam ini bisa di-angka-kan, bentuk yang indah dan harmonis mereka yakini merupakan skala dan perbandingan angka-angka.
Karena perbandingan merupakan kunci untuk memahami alam semesta, kaum Pythagorean dan para pakar matematika Yunani menghabiskan banyak energi pada saat menghitung segala sesuatu. Untuk mengatasi kesulitan ini mereka mengelompokkan kategori2 perbandingan tersebut dalam 10 kelas berbeda, salah satu dari perimbangan ini menghasilkan angka paling indah di dunia: “Perbandingan Emas” (Golden Ratio). Jika diungkapkan dengan kata-kata perbandingan tersebut tidak tampak istimewa, namun semua bentuk yang memiliki perbandingan emas akan terlihat sebagai obyek yang sangat indah. Hingga hari ini, seniman dan arsitek secara intuitif mengetahui bahwa objek yang panjang dan lebarnya dihitung berdasar perbandingan ini secara estetis memiliki tingkat keindahan yang tinggi. Pakar sejarah dan ilmuwan matematika berpendapat bahwa kuil Parthenon, sebuah kuil Athena yang sangat megah, dibangun menggunakan “perbandingan emas” dalam setiap aspek konstruksinya. Bahkan alam semesta pun didesain dengan perbandingan ini, lihatlah perbandingan ukuran dari cangkang siput yang berurutan atau perbandingan galur2 yang searah jarum jam dan galur2 yang berlawanan jarum jam pada buah nanas.
Menurut cerita, suatu hari Pythagoras memainkan monochord, sebuah kotak dengan satu senar, dengan menggeser titik tekan pada senar ke atas kebawah, ia mengubah-ubah nada yang dimainkan alat itu, ia segera menemukan bahwa senar tersebut memiliki perilaku aneh tetapi dapat diprediksi, ketika tekanan dirubah misal dari 3/5, 2/5,1/5, dan seterusnya. Maka disimpulkan perbedaan perbandingan menyebabkan perbedaan nada yang bisa menyejukkan atau menggelisahkan.
Bagi Pythagoras tak ada perbedaan antara matematika dan musik, harmoni yang dihasilkan monochord adalah harmoni matematika sekaligus harmoni alam semesta, bagi pengikut Pythagoras, perbandingan dan proporsi akan menentukan harmonisasi musik, keindahan fisik sebuah objek, serta keindahan matematis. Dengan demikian memahami alam semesta akan sama mudahnya dengan memahami proporsi dalam matematika.
Untuk mengukur sesuatu mereka menggunakan tongkat pengukur, yang jika digunakan dalam perbandingan, mereka akan membagi dalam potongan-potongan lebih kecil yang diperlukan, lalu bagaimana jika pembaginya sangat banyak sekali (takhingga) atau sedikit sekali (nol), lalu bagaimana mengukur diagonal segi empat jika menggunakan tongkat pengukur maka hanya akan mendekati, tidak akan pernah tepat, meski dengan menggunakan potongan yang sangat keciiil misal satu per sejuta inci (uh.. jajal bayangno, mbagi mistar pengukur jadi seper sejuta! Po gak klenger jeh lek ngirisi…!), diagonal tidak dapat dibandingkan dengan sisi-sisi segi empat, tapi bagaimanapun jaman itu tanpa mistar tak mungkin menyatakan dua buah garis dalam bentuk perbandingan, diagonal segi empat tidak bisa dinyatakan dengan a/b, dengan kata lain diagonal segi empat adalah bil.rasional yang saat ini kita menyebutnya dengan akar pangkat dua.  
inilah yang sangat ditakutkan oleh sekte ini karena akan merusak ajaran kaum Pythagorean tentang alam semesta, tentang filsafat (ingat matematika yunani tidak hanya sebatas angka sebagai alat, tapi lebih kepada ajaran filsafat yang diyakini). Akan sangat mudah membayangkan persegi dengan panjang dua, akan tetapi persegi macam apa yang panjang dan lebarnya berukuran nol? Mengalikan dua bilangan sama halnya dengan menghitung luas segi empat, tapi membayangkan luas segi empat yang panjang dan lebarnya nol?. (yoez!  bayangno sik tak golek kopi ae…!).
Sebenarnya bukan ketidaktahuan  dan juga bukan sistem hitung Yunani kuno pada umumnya, yang menghalangi penerimaan terhadap angka nol, ketakterhinggaan dan juga  bil.rasional, tapi lebih kepada doktrin filsafat Pythagoras bahwa seluruh alam raya diatur oleh perbandingan dan bentuk. Planet2 bergerak mengalunkan musik surgawi di dalam ruang berbentuk bola. Namun, apakah yang berada di luar bola semesta ini? Adakah ruang2 lain yang lebih besar dari bola semesta ini? Atau apakah titik terluar pada bola ini adalah batas akhir alam semesta? Filosof2 mereka termasuk aristoteles dan sesudahnya bersikeras bahwa tak ada ketakterhinggaan yang melingkupi bola-bola itu (dengan mengadopsi ajaran ini barat tidak memberi ruang sedikitpun bagi ketakterhinggaan sampai seorang filosof yang di barat dikenal sebagai orang paling menjengkelkan, zeno dari elea yang berhasil mengacaukan semuanya dengan teka-teki terkenalnya, balap lari antara Achilles dan kura-kura).  
                Bilangan irrasional dianggap berbahaya oleh Pythagoras karena merusak dasar ajaran tentang perbandingan alam semesta, meski yang lebih menyakitkan, pada akhirnya kaum Pythagorean mengetahui bahwa “perbandingan emas” simbol utama keindahan dan rasionalitas mereka, ternyata adalah bil.irrasional. untuk menjaga agar bilangan menakutkan ini tidak meruntuhkan doktrin mereka, bil.irasional tetap dirahasiakan. kaum Pythagorean menutup rapat-rapat mulut mereka, tidak seorangpun diijinkan berbicara bahkan membuat catatan. Namun, sangat sulit rupanya menyembunyikan rahasia ini, pada suatu hari seorang yang sangat terobsesi pada geometri dan perbandingan membuka rahasia ini, dia adalah Hippasus dari Metapontum, seorang pakar matematika dan anggota sekte Pythagorean. Ck.ck..! kasihan, Akhirnya rahasia bil.irasional membawa kemalangan baginya.
                Angka nol tidak memiliki tempat dalam kerangka berpikir Yunani kuno, angka nol seakan menjadi monster yang akan menelan apapun termasuk alam raya, bayangkan perkalian 2x3 itu sama dengan luas persegi panjang dengan sisi 2 dan 3 (ingat mereka berpikir tentang bentuk dan angka terutama segi empat dan segitiga), tapi jika 2x0 apa yang terjadi, maka angka nol akan menelan nilai berapapun manjadi lenyap,panjang sisi satunya berapapun panjangnya akan lenyap, doktrin mereka sangat berlawanan.  Ini berkaitan dengan kekosongan dan ketakterhinggaan serta bukti kebdradaan Tuhan.
                Bagi mereka menolak keberadaan ketakterhinggaan berarti menolak keberadaan kekosongan karena kekosongan menunjukkan ketakterhinggaan. Ada dua kemingkinan logis mengenai asal mula kekosongan dan kedua hal itu menunjukkan eksistensi ketakterhinggaan. pertama, bisa saja terdapat jumlah yang takterhingga dalam kekosongan jadi ada ketakterhinggaan. Kedua, mungkin saja ada sejumlah kekosongan, namun karena kekosongan disebabkan kurangnya sesuatu, pasti ada sejumlah zat yang takterhingga jumlahnya. Opo  mungkin gini tentang penciptaan, apa yang ada sebelum penciptaan? Kekosongan? Dan kekosongan jg dciptakan, jadi isi adalah kosong, kosong adalah isi ( halah BEkk…! Nguawurrr….. la Aku kan go kong, duk tong samchong dadi sakarepku hehe….!). eh opo ky telur ma ayam yo?! Ayam dari telur, telur dari ayam,ayam-telur, telur-ayam… (wez pesen eyem penggeng ae, minume es jeruk ya… emm..!  ky e enak…!  Nulis telur-ayam mbok sampek kriting  ya pancet ae!)
                Tapi apapun itu, bukan bilangan rasional ataupun angka nol dan ketakterhinggaan yang akan membunuh Pythagoras, tapi kacang buncis (kalo ini bukan ngarang tp versi paling terkenal ya ini, mskipun ada versi yang mengatakan mbah goras menyiksa diri dan mati kelaparan). Versi kacang buncis, menurut cerita Pythagoras adalah seorang vegetarian, bahkan berpantang makan buncis dengan alasan tertentu yang tidak akan saya sebutkan (gubrak…! Pdhl aku dewe yo ra dong karepe nyapo, cm pernah ngomong  bikin perut kembung dan bentuknya seperti alat kelamin hehe…! Kan gak pati nyambung to!). suatu hari rumahnya dibajar oleh musuh-musuhnya (yang menurut cerita mereka adalah orang-orang yang marah karena dianggap tak layak menjadi anggota kumpulan Pythagoras, lek saiki ky masuk klub matematika yang keren di skul2 wkwkwk...(ky obsesi ae),la karena mereka dedel dites itung2 lek wez drijine entek cuma tolah-toleh ae, ditolak!), kemudian gerombolan itu membantai kaum Pythagorean satu demi satu, akhirnya perkumpulan itu pun hancur. Pythagoras sendiri melarikan diri, sebenarnya mbah goras bisa selamat jika tak terhalang ladang buncis. Tepat di depan ladang buncis, mbah goras berhenti dan berkata bahwa ia lebih baik memilih dibunuh daripada harus melewati ladang buncis, ya tentu saja perkataan itu disambut gembira para pemburunya yang dengan suka hati memotong lehernya.
kasihan  ya nasib mbah goras, eman! para pemikir besar (entah itu sudah bener apa tidak, selama masih terus berpikir dan belajar pasti banyak manfaate), meninggal dengan cara mengenaskan, sama seperti yang dialami oleh Archimedes, seorang pakar matematika eksentrik dari Syracuse (iyo2 rasah protes mbah medes adalah penemu rumus fisika terutama fluida, tentang berat jenis, tapi fisika ki kan cm anake matematika, alat yang disuruh matematika untuk menterjemahkan dalam kehidupan nyata wkwkwk….,  kpn2 lek kober crito maneh).
Cukup semene ae dulur, cegaten sak….  Maneh! (ky na radio joss ae hehe…) klo ceritaku da yang salah ga usah ngamuk, gaweo crit dewe, mok apusono paling akku yo ra ngerti (pokok g nemen2 hehe..).
Assalamu ‘alaikum!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar