Berikut adalah kisah dari dari seorang tokoh yang mampu meraih mimpi, berangkat dari nol, mengalami pahit getirnya kehidupan yang keras, namun pantang menyerah dan tidak berpuas diri dengan hasil yang telah dicapai saat ini serta terus memperbaiki diri.
selain dari kerja keras dan kemauannya tersebut, yang perlu kita catat dan harus kita amalkan adalah kesediaan beliau untuk bersedekah, meskipun beliau sendiri dalam keadaan yang susah, tidak menunggu harus berharta dulu atau sampai kita tidak membutuhkan suatu barang baru kita sedekahkan. ternyata benar sedekah itu bukan mengurangi rizki kita tapi malah menambah berlipat-lipat, meski tidak harus dengan ukuran yang sama, setelah beliau bersedekah selanjutnya beliau diterima kerja, itu merupakan rizki Tuhan dalam bentuk lain.
Houtman Zainal Arifin dilahirkan
pada tanggal 27 Juli 1950 di Kota Kediri Jawa Timur, Beliau meninggal
pada hari Kamis, 20 Desember 2012. Pengalaman hidupnya yang amat
inspiratif patut untuk disimak, yang awalnya ia hanya seorang office boy
hingga bisa menduduki jabatan nomor satu sebagai seorang Vice President Citibank.
Sekarang beliau berkerja sebagai direksi di perusahaan swasta, pengawas
keuangan di beberapa perusahaan swasta, komite audit BUMN, konsultan,
penulis serta dosen pasca sarjana di sebuah Universitas. Beliau
dilahirkan dari keluarga pas-pasan. Kisah hidup beliau dimulai ketika
lulus dari SMA, Hotman merantau ke Jakarta dan tinggal di daerah Kampung
Bali dari tahun 1951-1974, Houtman membawa mimpi di Jakarta untuk hidup
berkecukupan dan menjadi orang sukses di Ibukota, namun apa daya Di
Jakarta ternyata Houtman harus menerima kenyataan bahwa kehidupan
ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi
seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh.
Sewaktu tinggal di tanah abang, ayah beliau sakit keras. Orang tuanya ingin berobat, tetapi tidak mempunyai biaya yang cukup. Melihat keadaan seperti itu, beliau tidak mau menyerah. Dengan bermodal hanya Rp 2.000,- hasil pinjaman dari temannya, beliau menjadi pedagang asongan menjajakan perhiasan imitasi dari jalan raya hingga ke kolong jembatan mengarungi kerasnya kehidupan ibukota. Usaha dagangannya kemudian laku keras, namun ketika ia sudah menuai hasil dari usahanya, ternyata Tuhan memberinya cobaan, ketika petugas penertiban datang, dagangannya di injak hingga jatuh ke lumpur. Ketika semua dagangan beliau sudah rusak bercampur lumpur, ternyata teman-temannya yang dari kawula rendah seperti tukang sepatu, tukang sayur, dan lain-lain, beramai-ramai membersihkan dagangan beliau. Disini beliau mulai mendapatkan pengalaman berharga tentang kerasnya kehidupan Ibukota.
Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan impian. Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya. Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera merubah nasib. Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.
Sewaktu tinggal di tanah abang, ayah beliau sakit keras. Orang tuanya ingin berobat, tetapi tidak mempunyai biaya yang cukup. Melihat keadaan seperti itu, beliau tidak mau menyerah. Dengan bermodal hanya Rp 2.000,- hasil pinjaman dari temannya, beliau menjadi pedagang asongan menjajakan perhiasan imitasi dari jalan raya hingga ke kolong jembatan mengarungi kerasnya kehidupan ibukota. Usaha dagangannya kemudian laku keras, namun ketika ia sudah menuai hasil dari usahanya, ternyata Tuhan memberinya cobaan, ketika petugas penertiban datang, dagangannya di injak hingga jatuh ke lumpur. Ketika semua dagangan beliau sudah rusak bercampur lumpur, ternyata teman-temannya yang dari kawula rendah seperti tukang sepatu, tukang sayur, dan lain-lain, beramai-ramai membersihkan dagangan beliau. Disini beliau mulai mendapatkan pengalaman berharga tentang kerasnya kehidupan Ibukota.
Tetapi kondisi seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan impian. Suatu ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak. Saat itu juga Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit, sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya. Azam atau tekad yang kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera merubah nasib. Tanpa menunggu waktu lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran kerja ke setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.